ARTS-Kehadiran The Paper Cinema ini didukung oleh British Council. Mereka diboyong ke pusat kesenian Salihara dan memberikan kesempatan kelompok pertunjukkan yang unik dan hebat untul menghibur warga Jakarta selama 2 hari di akhir pekan lalu. Sebuah workshop juga dilaksanakan, bagi mereka yang berminat mengetahui rahasia dibalik pembuatan ‘teater sinematik boneka kertas.
Dibentuk oleh seniman Nicholas Rawling, Imogen Charleston, dan Christopher Reed, The Paper Cinema sudah melakukan perjalanan keliling dunia untuk menunjukkan keunikan pertunjukkan ini. Indonesia, warga Jakarta yang selalu haus akan bentuk-bentuk seni rupa, beruntung bisa disinggahi mereka.
Ilustrasi dan gambar yang hampir komikal di atas kertas ditampilkan secara real time di depan kamera video, yang kemudian diproyeksikan ke layar putih besar (menyerupai layar di bioskop, hanya lebih kecil). Tak ada dialog yang terjadi, namun tetap menarik untuk dinimati, karena pertunjukkan tanpa suara dan dialog manusia itu ditemani dengan musik-musik yang dimainkan langsung saat boneka-boneka kertas itu ‘berakting’ di balik kamera. Mulai piano, biola, perkusi, dekoder, sampai efek-efek suara yang dibutuhkan. Efeknya begitu magis dan teatrikal. Meskipun tanpa dialog sekalipun
Gambar 3. Boneka Kertas
Bagi sebagian penonton, mungkin konsentrasi mereka akan pecah karena harus melihat layar proyeksi, seniman yang memainkan boneka kertas dan pemain musik yang sama uniknya. Jika bisa kembali berkali-kali melihat mereka pentas, hal itu bisa saja dilakukan bergantian. Tapi, saat hanya bisa datang sekali saja, maka selama 70 menit (durasi pertunjukkan ‘Odyssey’ yang mereka bawakan di Salihara akhir pekan kemarin) harus benar-benar menikmati paket hiburan secara integral.
Meski berwujud boneka kertas, The Paper Cinema adalah konsumsi yang sangat dewasa. Ini kesenian yang sophisticated, yang untungnya diiringi soundtrack berjiwa jazz kontemporer yang nggak terlalu rumit dicerna. A unique and entertaining experience, pastinya. Mudah-mudahan mereka kembali lagi ke Indonesia. Setelah Jakarta, kelompok ini kemudian menuju Yogyakarta. Tentu juga akan nenebarkan perasaan magis yang sudah kami rasakan.
|